Beranjak dari Mimbar, Mari Kita Wujudkan.
Pengembangan
Aplikasi Kaderisasi Liga 4.0
di Era Disrupsi
_______________________
“Kaderisasi adalah ruh organisasi”
Begitulah istilah yang sering kita dengar di berbagai forum dan diskusi. Memang benar, keberlangsungan organisasi ditentukan oleh kuantitas pengurus yang akan melanjutkan estafet perjuangan. Namun, dalam prosesnya, tak boleh kita lupakan bahwa untuk membentuk kader mujahid, mujtahid, hingga muharrik, juga dibutuhkan peningkatan kapabilitas kader baik dari ranah kognitif, afektif, hingga psikomotorik.
Dalam ranah kajian teknologi pendidikan, terdapat 3 aspek utama penentu keberhasilan pembelajaran: 1) Orientasi pebelajar, 2) Pendekatan Sistemik, dan 3) Penyediaan sumber belajar. Sederhananya, pembelajaran akan efektif jika pebelajar itu merasa nyaman, sesuai dengan dirinya, diarahkan dengan benar, dan bisa belajar banyak hal baru. Dalam Hasil-Hasil Muspimnas 2019 di Boyolali lalu, hemat penulis, gambaran kaderisasi PMII sudah mencerminkan pendekatan sistemik. Namun, terkait orientasi pebelajar dan penyediaan sumber belajar belum digambarkan secara jelas.
Satu contoh, bagaimana mungkin seorang anggota belajar “Analisa Wacana” yang dikategorikan kompetensi metodelogis hanya dalam waktu 90 menit. Ditambah lagi, akan semakin sulit apabila anggota tidak diberi pengantar sebelum mengikuti forum. Kemudian lengkaplah penderitaan anggota baru jika berasal dari fakultas eksakta yang lebih akrab dengan kajian-kajian sains dan teknologi. Ya, meskipun terkadang, saya yang berasal dari fakultas humaniora pun sering kali membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami materi. Belum lagi dipusingkan oleh RTL dan pelatihan non formal. Bukankah seperti itulah pengalaman yang kita rasakan? Kalau kebanyakan pelatihannya, kapan waktunya ngopi?
Di era disrupsi, sudah waktunya kita memikirkan inovasi baru dalam sistem kaderisasi khususnya di Komisariat PMII Sunan Kalijaga. “Perbanyaklah waktu untuk ngopi, karena belajar bisa didapat kapan dan dimana saja, sedangkan relasi dan pengalaman tidak”, Firdaus. Olehkarena itu sahabat/i, dalam rangka memperingati harlah ke 60, tanggal 17 April 2020 nanti, kita akan melaunching program Liga 4.0. Bagaimana konsepnya?
Konsep Dasar Menuju Liga 4.0
Studi kasusnya sederhana, mungkin juga banyak dirasakan di beberapa komisariat, ditengah pandemi, hampir sebagian besar program kerja terutama kaderisasi formal dan non formal tidak dapat dilaksanakan. Sebenarnya, masalahnya sederhana: Pelaksanaan kegiatan terhenti, tapi penyampaian materi juga terhenti.
Permasalahan paling kongkrit hari ini adalah PKD, bila menunggu wabah, perkualiahan barulah aktif di bulan agustus nanti. Kami pun tidak sepakat jika pelaksanaannya dilakukan secara online. Bagaimanapun, “sakrarilitas” kaderisasi formal tidak bisa diwakilkan melalui daring. Sesuai dengan narasi diatas, pelaksanaan online dapat dilakukan sebagai penyediaan sumber belajar yang sesuai dengan karakteristik anggota. Mau belajar lewat video, tulisan, atau diskusi, harusnya tetap bisa dilakukan secara daring.
Secara rinci, adapun fitur yang dikembangkan dalam aplikasi ini:
1) E-Database
Tak sedikit sekretaris demisioner yang “tumbang” setelah mengarsipkan data kader yang puluhan hingga ratusan jumlahnya. Tahapannya tak sedikit: mulai dari mendata, validitasi, merekap, dan diakhiri dengan mengarsipkan. Bukankah lebih mudah jika tahapannya seperti ini: peserta mengisi form pendaftaran, pengurus hanya perlu menekan tombol “ACC”, maka secara otomatis, data anggota baru terekap lengkap dengan nomor ID anggotanya. Konsep anggota yang ngisi, pengurus yang ACC sekali klik, itulah fitur e-database Liga 4.0 ini.
2) E-Pustaka
Pertanyaan mendasar yang terus berulang di grup wa, “Punya file muspimnas? Punya file MLS? File bacaan gerakan?” Hingga muncullah fitur sederhana ini, tinggal kita kumpulkan seluruh file refensi yang berkaitan dengan peningkatan kualitas kader, kemudian kita jadikan dalam satu database yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Semacam perpustakaan virtual lah. Tapi, anggota dan kader hanya bisa mengakses setelah mendapat kode akses yang dari ketua rayon ataupun ketua kom. Keamanan itu nomor satu sahabat/i.
3) E-Agenda
Semacam kalender kegiatan dari setiap rayon ataupun komisariat. Anggota dan kader bisa memilih mana kegiatan yang mau diikuti dalam satu pekan. Entah minat di bidang agamis, aktivis, maupun akademik. Akan lebih mudahkan kordinasi jika seluruh agenda dilaksanakan terjadwal, dan rekam jejaknya juga mudah dipertanggungjawabkan.
4) Open Educational Resources
Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh UNESCO pada tahun 2002. Definisinya, dokumen dan media berlisensi terbuka yang berguna untuk tujuan pengajaran, pembelajaran, pendidikan, penilaian, dan penelitian. Penerapannya seperti kursus-kursus online seperti zenius, duolingo, dll. Tidak ada menggunakan konsep blended learning synchronous langsung. Jadi, yang disedikan adalah materi dan kuis sebagai pengayaan.
Nah, dalam Liga 4.0 ini, juga akan disedikan beragam materi yang akan diisi oleh instruktur. Siapakah yang berhak menjadi instruktur? Kita sesuaikan dengan hasil muspimnas, bisa IKA-PMII, tokoh masyarakat yang kompeten, ataupun pengurus yang telah memenuhi kriteria. Sehingga, ketika selesai mapaba atau pkd, setiap anggota bisa mempelajari materi lanjutan ataupun yang tidak diberikan saat mapaba melalui aplikasi. Konsepnya gamifikasi, anggota dan kader bisa mengumpulkan poin untuk naik level. Poin ini bisa sebagai pertimbangan saat mengikuti kaderisasi formal ataupun non formal.
Menuju aplikasi yang sempurna memakan waktu yang panjang. Tapi, hemat saya, diskusi kita sudah cukup, waktunya melakukan penelitian. Apakah narasi yang dibangun dalam forum diskusi, debat kandidat, dan Rapat Tahunan benar direalisasikan?
“Kalau cuma tahu apa yang harus kita lakukan, tanpa tau apa yang tidak harusnya kita lakukan, tidak akan ada proses belajar”, Moh. Firdaus.
Ilmu dan bakti kuberikan.
Adil dan makmur ku perjuangkan.
Salam Ilmu dan Budaya
Fitrah Izul Falaq
Ketua Komsariat PMII Sunan Kalijaga,
Mahasiswa S1 Teknologi Pendidikan, Universitas Negeri Malang