Social Distancing, Bingung Mau Ngapain?

  • Share
suara.com

Dunia sedang tidak baik-baik saja.

Awalnya saya tak acuh dan skeptis bahwa pandemi korona akan sampai di tempat saya berpijak, tapi nyatanya kita semua hidup di bawah langit yang sama tanpa sekat. Saat ini, nyaris semua kegiatan yang memicu kerumunan mangkrak, mulai kuliah, program kerja, sampai konser Dewa 19 yang saya nanti-nanti. Tagar-tagar seperti #dirumahaja dan #diamdirumahcuk banyak memenuhi lini masa. Bagi yang tidak punya pilihan untuk tetap diam di rumah, mari kita doakan semoga kesehatan selalu menyertai mereka. Bagi kawan-kawan yang punya kesempatan untuk diam di rumah, kos, kontrakan, asrama, maupun tempat mana pun kita tinggal, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan selain menatap langit-langit kamar.

Yang paling sederhana saya tawarkan adalah menulis santai di website sendiri. Jika tak puas, cobalah kirim tulisan ke platform yang menyediakan kolom opini, itung-itung kalau beruntung bisa dapat transferan. Saya sendiri bukan orang yang kaya ide, karena sebetulnya mencari ide itu mirip-mirip seperti mencari kerikil saat nyuci beras. Makanya, itu lho, coba tengok draft tulisan entah cerpen, novel, atau puisi yang mengendap dalam file hape maupun laptop. Di saat-saat seperti ini, mereka pasti tengah menjerit meminta jarimu menyentuhnya lagi. Syukur-syukur bisa sambil bersihkan file gak penting yang menuh-menuhin storage dan juga nostalgia. Mana ngerti Anda ternyata masih menyimpan foto-foto kenangan zaman SMP, SMA, atau awal kuliah. Lumayan untuk jadi bahan hiburan dan senyam-senyum mengenang gebetan lama (kalau ada).

Untuk yang tidak gemar menulis kecuali pas dikasih tugas, mungkin bisa coba-coba menulis selain makalah dan paper. Mulai dari hal yang receh-receh saja, misal kenapa makan bubur harus diaduk atau alasan kenapa harus pilih Indomie ketimbang Mie Sedaap. Bisa juga hal yang membuat Anda kesal setengah mati, contohnya tetangga kosan yang suka memonopoli tempat jemuran dan gak diangkat-angkat padahal itu pakaian sudah kering kerontang. Di zaman yang serba empat titik nol, kreatif, dan inovatif ini (berdasarkan pengamatan saya di banner-banner acara) apapun dapat dengan mudah menjadi konten. Masalah bermanfaat atau tidak, serahkan saja ke diri sendiri dulu. Setidaknya ini bermanfaat untuk diri karena dapat mengasah permainan merangkai kata, menambah ilmu (karena bukan nulis skripsi aja yang butuh riset segaban), dan mungkin jadi pelipur lara. Masalah kebermanfaatan bagi orang lain, biasanya mengikuti. Cuman ya nggak usah ngarep bermanfaat bagi seluruh 264 juta warga Indonesia, orang-orang yang terdaftar dalam kontak atau followers bisa jadi cukup.

Hal lain yang erat kaitannya dengan menulis adalah membaca. Tidak perlu saya sebutkan berapa banyak quotes-quotes ciamik yang menggaungkan pentingnya membaca dan saya yakin hampir semua orang adalah pembaca. Entah yang dibaca adalah buku, tweet, status, caption IG, jurnal, ramalan zodiak, poster sedot WC di tiang listrik, banner DPR yang foto orangnya kadang kegedean, atau yang lain. Saya pribadi langsung berubah jadi kritis dan jeli kalau sudah baca label harga di supermarket. Meleset sedikit, salah-salah, dompet bisa bolong. Nah, masalah kekritisan dan kejelian ini sebetulnya tidak cukup hanya diaplikasikan saat baca label harga, tapi dalam setiap kita memperoleh aliran informasi baru. Pokoknya, kalau denger berita baru, jangan grusa-grusu menyimpulkan. Kalau nggak salah sih istilahnya jadilah orang yang punya healthy skepticism.

Saya percaya bahwa buku masih menjadi salah satu sumber paling relevan untuk memperoleh keutuhan informasi. Tapi jujur, saya sendiri males kalau baca buku yang ada hubungannya dengan mata kuliah. Rasanya rugi fotokopi berlembar-lembar senilai ratusan ribu tapi cuma saya buka saat mau presentasi. Untuk kalian yang jenuh dengan buku-buku pelajaran, di masa-masa isolasi begini, banyak platform yang menyediakan akses baca dan unduh buku gratis seperti ScribdCambridgeNYPL, dan lain-lain yang belum saya ketahui. Atau jika teman-teman masih punya koleksi buku yang dibeli sepulang dari bazaar ataupun Gramedia yang plastiknya bahkan belum disobek, mungkin bisa melakukan unboxing sekarang juga.

Tetap merasa kesepian? Ya. Anda punya pacar? Ya. Menurut saya, ini waktu yang tepat untuk melatih kemampuan LDR teman-teman sekalian. Nggak usah khawatir karena doi juga semestinya sama-sama menerapkan social distancing. Warkop juga kebanyakan tutup, mau nge-date sama yang lain di mana coba? Ikhwal dia chat sama siapa selain Anda, saya serahkan ke rasa kepercayaan masing-masing. Lagian, kalian kalau ketemuan pasti ada saat-saat di mana kalian sibuk mabar atau main cacing. Lha pas main ini kan sudah menerapkan social distancing? Susah diajak ngomong. Soal diskusi deep talk-nya untuk sementara bisa diganti dulu lewat teks atau video call.

Anda punya pacar? Tidak. Anda punya gebetan? Ya. Saya tidak akan pernah ada henti-hentinya untuk merekomendasikan lagu Dewa 19 yang judulnya Roman Picisan. Dengarkan ke bagian reff dan mari nyanyikan kencang-kencang lirik “Cintaku tak harus, miliki dirimu~“. Sementara untuk yang punya keberanian mungkin bisa langsung menggalakkan PDKT-nya secara daring. Bagi yang tidak, halu-halu dikit nggak apa-apa. Biarin kayak orang senewen, asal jangan lupa tetap beri ruang untuk rasionalitas biar tetap tegar walau hatinya bubar. Contohnya dengan nyetel Roman Picisan itu tadi.

Saya kira, social distancing ini juga memberi kesempatan kita untuk merenung dan bisa jadi menemukan sebagian diri kita yang hilang. Kan gokil itu, nggak ketemu orang, eh malah ketemunya sama jati diri. Nanti jika semua ini sudah berakhir, siapa tahu kita bisa lahir kembali menjadi manusia yang lebih baik.

Untuk yang punya privilese berupa paketan anti jebol atau wifi turah-turah, saya pikir akan lebih luas lagi kesempatannya. Streaming film, belajar ngoding, nge-vlog, nonton Youtube seharian, belajar online (di Khan AcademyUdemy, dll), dan kegiatan lainnya bisa mudah dilakukan asal hape dan laptop cas terus. Bagi sobat scroll-dikit-paketan-jebol mungkin bakal pusing. Tapi biasanya, platform-platform baca online tidak menghabiskan kuota banyak, ini bisa jadi pilihan. Pokoknya, kalau tetap merasa jenuh, coba hubungi satu atau beberapa teman, ceritakan segala keluh kesahmu biar plong. Bikin story sampai titik-titik pun nggak ada yang ngelarang, asal jangan sebar hoaks.

Pada prinsipnya, saya kira kita sendirilah yang tahu bagaimana mengatasi kekosongan ini. Tiap orang punya caranya masing-masing dan saya pikir tidak ada ruang untuk hujatan dalam hal ini. Waspada harus tetap, sedih itu wajar, punya paranoia boleh. Ini mengajarkan kita untuk tetap sintas. Yang kita hadapi memang bukan bercandaan, tapi jangan sampai kita menutup pintu kebahagiaan. Jangan pernah lupa untuk saling menguatkan karena yang pusing bukan cuma kita, tapi seluruh dunia. Mari yakinkan diri bahwa kurva orang terinfeksi yang terus naik drastis ini kelak akan turun menjadi distribusi normal. Walau harus menunggu hingga entah kapan. Bagi yang beruntung punya pilihan, ayo, di rumah aja.(wnt/sd)

ilustrasi: suara.com

  • Share
Exit mobile version